Syawir "Hukum tentang Pernyataan bahwa Binatang Buas Makruh untuk Dimakan"

💦Deskripsi Masalah
Arti makruh secara bahasa adalah dibenci.“Suatu ketentuan larangan yang lebih baik tidak dikerjakan dari pada dilakukan“. Atau “meninggalkannya lebih baik dari pada melakukannya“. Kalau dilanggar pelakunya tidak berdosa, dan jika ditinggalkan dia mendapat pahala.
Sebagai contoh: Makan binatang buas. Dalam hadits-hadits memang ada larangannya, dan kita memberi hukum (tentang makan binatang buas) itu makruh.
Begini penjelasannya: binatang yang diharamkan untuk dimakan hanya ada satu saja, lihat Al-Qur’an Al-Baqarah: 173 yang berbunyi:
-إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ… –البقرة: 173
Tidak lain melainkan yang Allah haramkan adalah bangkai ,darah, daging babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah….
Kata إِنَّمَا dalam bahasa Arab disebut sebagai “huruf hashr” yaitu huruf yang dipakai untuk membatas sesuatu. Kata ini diterjemahkan dengan arti: hanya, tidak lain melainkan. Salah satu hadits Nabi saw yang menggunakan huruf “innama” ini adalah:
إِنَّمَا أُمِرْتُ بِالْوُضُوْءِ إِذَا قُمْتُ إِلَى الصَّلاَةِ
Tidak lain melainkan aku diperintah berwudhu’ apabila aku akan mengerjakan shalat“. Hadits riwayat Imam Tirmidzi.
Dengan ini berarti bahwa wudhu hanya diwajibkan ketika akan mengerjakan shalat. Lafazh إِنَّمَا pada ayat ini ia berfungsi membatasi bahwa makanan yang diharamkan itu hanya empat yaitu: bangkai, darah, babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka kalau larangan makan binatang buas itu kita hukumkan haram juga, berarti sabda Nabi saw yang melarang makan binatang buas itu, menentangi Allah, ini tidak mungkin. Berarti binatang buas itu tidak haram, kalau tidak haram maka hukum itu berhadapan dengan 2 kemungkinan yaitu: mubah atau makruh. Jika dihukumkan mubah tidak tepat, karena Nabi saw melarang bukan memerintah. Jadi larangan dari Nabi itu kita ringankan dan larangan yang ringan itu tidak lain melainkan makruh. Maka kesimpulannya: binatang buas itu makruh.

👀Pertanyaan:
Apakah benar contoh di atas bahwa binatang buas itu hanya makruh hukumnya dimakan? Bukan haram?

💫Jawaban:
Menurut Imam Malik ayat tersebut cukup dijadikan batasan hukum akan kehalalan sesuatu selain diayat tersebut, sehingga Imam Malik menghukumi makruh mengkonsumsi hewan yg bertaring.
Namun Imam Syafi'i punya pandangan lain, bahwa ayat tersebut hanya menjelaskan keharaman hewan tersebut, sehingga tidak menutup kemungkinan akan adanya sesuatu lagi yg haram di konsumsi dengan qorinah2 dari hadits nabi.
Sebagian ulama' syafi'iyah berpandangan bahwa ayat tersebut hanya ikhbar bahwa pada saat itu belum ditemukan sesuatu yg diharamkan selain yg tersebut dalam ayat itu, sehingga kemudian ada hukum akan keharaman hewan yg bertaring, maka kita wajib menerima dan mengamalkannya.
Sehingga tidak tepat kalau hadits nabi dianggap bertentangan dengan Alqur'an. Juga tidak tepat kalau pendapat Imam Malik bertentangan dengan hadits.
Hanya berbeda dalam segi penalaran hukum antar Imam Madzhab saja. Dan kita wajib menghormati perbedaan pendapat tersebut.

💣Referensi jawaban
syarah nawawi ala muslim
قوله : ( نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن كل ذي ناب من السباع ، وكل ذي مخلب من الطير ) ، وفي رواية : كل ذي ناب من السباع فأكله حرام ) المخلب : بكسر الميم وفتح اللام ، قال أهل اللغة : المخلب للطير والسباع بمنزلة الظفر للإنسان .
في هذه الأحاديث دلالة لمذهب الشافعي وأبي حنيفة وأحمد وداود والجمهور أنه يحرم أكل كل ذي ناب من السباع وكل ذي مخلب من الطير ، وقال مالك : يكره ولا يحرم ، قال أصحابنا : المراد بذي الناب ما يتقوى به ويصطاد ، واحتج مالك بقوله تعالى : قل لا أجد فيما أوحي إلي محرما الآية ، واحتج أصحابنا بهذه الأحاديث قالوا : والآية ليس فيها إلا الإخبار بأنه لم يجد في ذلك الوقت محرما إلا المذكورات في الآية ، ثم أوحي إليه بتحريم كل ذي ناب من السباع ، فوجب قبوله والعمل به.

💚Mujawwib
  1. Ust. Abd. Hamid
  2. Ust. Ibnu Mathori

💋Notulen
Admin Grup

Comments

Popular posts from this blog

Syawir "Hukum Sholawat dengan Berjoget (dangdutan)

Kajian Qowaidh al fiqh ( Kitab al Asybah wa an Nadzoir) "Hal yang Berhubungan dengan Niat"

Syawir "Hukum Sholawat saat Memandikan Jenazah"